cfFp0twC8a3yW2yPPC8wDumW5SuwcdlZsJFakior
Bookmark

Habib Hasan Baharun (Bangil)

Al Habib Hasan Baharun lahir di Sumenep pada tanggal 11 Juni 1934. Beliau merupakan putra pertama dari empat bersaudara dari Al Habib Ahmad bin Husein dengan Fathimah binti Ahmad Bachabazy. Adapun silsilah dzahabiyah yang mulia dari beliau adalah Al Habib Hasan Bin Ahmad bin Husein bin Thohir bin Umar Bin Baharun

Masa Kanak-kanak Habib Hasan

Sejak kecil kedisiplinan dan kesederhanaan telah ditanamkan oleh kedua orang tua beliau sehingga mengantarkannya tumbuh menjadi sosok pribadi yang mempunyai akhlaq dan sifat yang terpuji. Inilah yang membedakan Hasan Baharun kecil dengan anak-anak seusianya.

Pendidikan Habib Hasan Baharun

Selain dari bimbingan kedua orang tuanya, beliau juga mendapatkan pendidikan agama dari Madrasah Makarimul Akhlaq Sumenep dan dari kakeknya yang dikenal sebagai ulama besar dan disegani di Kabupaten Sumenep yaitu Habib Ahmad bin Muhammad Bachabazy. Setelah kakeknya meninggal dunia beliau menimba ilmu agama dari paman-pamannya yaitu Ust. Usman bin Ahmad Bachabazy dan Ust. Umar bin Ahmad Bachabazy. Sejak kecil beliau memang dikenal rajin dan ulet, bahkan apabila bulan Ramadhan tiba beliau belajar semalam suntuk, mulai sehabis tadarrus sampai menjelang shubuh. Beliau belajar dan mendalami ilmu-ilmu agama khususnya ilmu  fiqih serta menjadi murid kesayangan Al-Faqih Al-Habib Umar Ba’aqil Surabaya.

Disamping pendidikan agama, beliau juga menuntut ilmu umum mulai dari Sekolah Rakyat SR (setingkat SD), Pendidikan Guru Agama (PGA) 6 tahun dan  hanya sampai di kelas 4 karena pindah dan melanjutkan ke SMEA di Surabaya.

Masa Remaja dan Pengalaman Organisasi

Semasa remaja beliau senang berorganisasi baik Remaja Masjid ataupun organisasi lainnya seperti Persatuan Pelajar Islam (PII) bahkan beliau pernah diutus untuk mengikuti Muktamar I PII se-Indonesia yang diselenggarakan di Semarang. Dan pernah menjabat Ketua Pandu Fatah Al Islam di Sumenep. Beliau aktif pula di partai politik yaitu Partai NU (Nahdlatul Ulama) dan menjadi jurkam yang dikenal berani dan tegas menyampaikan kebenaran. Dan di Pasuruan, beliau menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) sampai akhir hayat beliau.

Perjalanan dan Konsep Dakwah

Setelah menamatkan sekolah beliau sering mengikuti ayahnya ke Masalembu untuk berda’wah sambil membawa barang dagangan. Keluarga Ustadz Hasan pada saat itu dikenal ramah dan ringan tangan, apabila ada orang yang tidak mampu membayar hutangnya disuruh membayar semampunya bahkan dibebaskan. Sifat-sifat inilah yang diwarisi beliau yang dikenal apabila berdagang tidak pernah membawa untung karena senantiasa membebaskan orang-orang yang tidak mampu membayarnya. Dan pada waktu berkeliling menjajakan dagangan, beliau dikenal suka  membantu menyelesaikan permasalahan dan konflik yang terjadi dimasyarakat serta berusaha mendamaikan orang dan tokoh-tokoh masyarakat yang bermusuhan.

Pada tahun 1966 beliau merantau ke Pontianak berda’wah keluar masuk dari satu desa ke desa yang lainnya dan melewati hutan belantara yang penuh lumpur dan rawa-rawa namun dengan penuh kesabaran dan ketabahan semua itu tidak dianggapnya sebagai rintangan. Dengan penuh kearifan dan bijaksana, dikenalkannya dakwah Islam kepada orang-orang yang masih awam terhadap Islam. Dan alhamdulillah dakwah yang beliau lakukan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat ataupun tokoh-tokoh lainnya. Di setiap daerah yang beliau masuki untuk berdakwah beliau senantiasa bersilaturahmi terlebih dahulu kepada tokoh masyarakat dan ulama/kyai setempat untuk memberitahu sekaligus minta izin untuk berdakwah di daerah tersebut sehingga dengan budi pekerti, akhlaq dan sifat-sifat yang terpuji itulah masyarakat beserta tokohnya banyak yang simpati dan mendukung terhadap dakwah yang beliau lakukan.

Saat melakukan dakwah, beliau senantiasa membawa perangkat peralatan pengeras suara (Loadspeaker/ Sound System) yang pada saat itu memang masih langka di Pontianak sehingga dengan hal itu tidak merepotkan yang punya hajat untuk mencari sewaan pengeras suara. Beliau juga membawa satir/tabir untuk menghindari terjadinya ikhtilat (percampuran) antara laki-laki dan perempuan atau perbuatan maksiat/dosa lainnya yang akan menghalangi masuknya hidayah Allah SWT, sedangklan pahala dakwah yang beliau lakukan belum tentu diterima Allah SWT.

Bisnis yang beliau lakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan dijadikan sarana pendekatan untuk berdakwah kepada masyarakat. Kedermawanan dan belas kasihnya kepada orang yang tidak mampu menyebabkan dagangannya tidak pernah berkembang karena keuntungannya diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu serta membebaskan orang yang tidak mampu membayarnya. Selain itu pula beliau mempunyai keahlian memotret dan cuci cetak film yang beliau gunakan pula sebagai daya tarik dan mengumpulkan massa untuk didakwahi, karena pengambilan hasil potretan yang beliau lakukan sudah ditentukan waktunya, sehingga apabila mereka sudah berkumpul, waktu menunggu tersebut diisi dengan ceramah dan tanya jawab masalah agama.

Selain berdakwah beliau aktif pula di partai politik yaitu Partai NU (Nahdlatul Ulama) dan menjadi jurkam yang dikenal berani dan tegas di dalam menyampaikan kebenaran sehingga pada saat itu sempat diperiksa dan ditahan. Namun pada saat itu masyarakat akan melakukan demonstrasi besar-besaran bila beliau tidak segera dikeluarkan. Dan atas bantuan pamannya sendiri yang saat itu aktif di Golkar, beliau pun bebas dari tahanan. Tak lama setelah kejadian tersebut, sekitar tahun 1970 atas perintah dari ibundanya, beliau pulang ke Madura dan disuruh untuk berdakwah di Madura atau di Pulau Jawa saja. Namun beliau selama 2 tahun masih tetap aktif datang ke Pontianak untuk berdakwah walaupun telah menetap di Jawa Timur. Pada tahun 1972 beliau mengajar di Pondok Pesantren Gondanglegi Malang mengembangkan Bahasa Arab, sehingga pondok Gondanglegi pada saat itu terkenal maju dalam bidang Bahasa Arabnya.

Pembangunan Pondok Dalwa dan Perkembangannya

Ma’had Darullughah Wadda’wah (Ma'had Dalwa) didirikan oleh Habib Hasan Baharun pada tahun 1981 di Bangil dengan menempati sebuah rumah kontrakan. Dengan penuh ketelatenan dan kesabaran Habib Hasan Baharun mengasuh dan mendidik para santrinya, sehingga mendapat kepercayaan dari masyarakat dan dalam waktu yang relative singkat jumlah santri berkembang dengan pesat.

Selain membina santri putra, pada tahun 1983 pondok ini menerima santri putri yang berjumlah 16 orang yang bertempat di daerah yang sama. Dan pada tahun 1984 lokal pemondokan santri menempati sampai sebanyak 13 rumah kontrakan. Atas petunjuk Musyrif Ma’had Darullughah Wadda’wah Abuya Sayyid. Muhammad Alwi Al-Maliki Al-Hasani, pada tahun 1985 Pondok Pesantren Darullughah Wadda’wah dipindah ke Desa Raci.

Kesuksesan Habib Hasan Baharun dalam berdakwah dan membangun Pondok Pesantren Darullughah Wadda’wah tidak lepas dari peran besar dari istri beliau yang sholihah. Beliau adalah Syarifah Khodijah binti Muhammad Al-Hinduan, istri tercinta  yang dengan penuh ketabahan dan kesabaran mendampingi pahit getirnya perjuangan serta senantiasa memberikan semangat bagi sang suami. Bahkan jiwa besar dan perjuangannya ditunjukkannya ketika sang suami membutuhkan dana untuk pondok. Beliau pun dengan senang hati menjual seluruh barang berharga dan perhiasan yang dimiliki.

Pada tanggal 23 Mei 1999 M bertepatan tanggal 8 Shafar 1420 H beliau berpulang ke rahmatullah, kemudian tongkat estafet kepemimpinan dilanjutkan oleh putra beliau Al Ustadz Ali Zainal Abidin bin Hasan Baharun.

Pada tahun 2006 dibuka Pondok Pesantren II Darullughah Wadda’wah yang berlokasi di Desa Pandean Kecamatan Rembang Kabupaten Pasuruan yang sekarang ditempati 334 santri putra untuk tingkat i’dadiyah dan kelas I dan II ibtida’iyah.

Metode Pengkaderan dan Pendidikan Putra-putra Beliau

Dalam mendidik putra-putranya beliau sangat disiplin dan memperlakukan putra-putranya  seperti santri-santri pada umumnya. Putra-putra beliau  disuruh tinggal di asrama/kamar santri, peraturan yang berlaku untuk santri juga diberlakukan untuk putra-putra beliau, seperti piket menyapu, mengepel, membersihkan kamar mandi dan lain sebagainya. Dan apabila ketahuan ada santri memberi hadiah, uang atau membantu / menggantikan piketnya maka putra beliau dan santri yang membantu tersebut akan diberikan sanksi. Apabila putra beliau melanggar peraturan pondok akan menerima sanksi 2 kali lipat. Sehingga dengan kedisiplinan, kesederhanaan serta kemandirian yang ditanamkan oleh beliau, alhamdulillah putra-putra beliau berhasil mengikuti jejak beliau menjadi ahli ilmu dan terjun di dunia pendidikan dan dakwah. Bahkan untuk mengikat dan memberikan motivasi, beliau mengatakan kepada putra-putranya bahwa mereka tidak berhak menggunakan fasilitas pondok apabila tidak turut serta membantu pondok.

Pemikiran dan Konsep Pendidikan Habib Hasan Baharun

Pemikiran dan konsep-konsep pendidikan yang beliau jalankan dalam mengelola lembaga pendidikan dan pondok pesantren antara lain:

1. Apabila seorang kyai sudah mendirikan pondok maka dia harus rela meninggalkan semua aktifitas dan hobinya yang ada diluar  pondok  yang dapat mengganggu konsentrasinya dalam membina santrinya. Beliau mengibaratkan seorang pengasuh pondok pesantren sebagai induk ayam yang sedang mengerami telur, maka apabila sering meninggalkan sarangnya kemungkinan besar telur tesebut tidak jadi menetas, dan telur tersebut akan busuk.

2. Untuk mendirikan pondok pesantren harus dijiwai dengan ikhlas dan guru-guru yang akan mengajar harus diseleksi tingkat keikhlasannya, sehingga tidak akan menularkan kepada santrinya ilmu yang tidak ikhlas dan seterusnya. “Dan apabila diniati dengan hati yang ikhlas, maka pondok pesantren tidak usah khawatir akan datangnya murid sebab Allah akan memproklamasikan/ mengumumkan kepada para malaikat untuk menanamkan kemantapan pada kaum muslimin.” Begitu jawaban Habib Hasan ketika ditanya sistem promosi apa yang dipakai pondok sehingga sangat cepat perkembangan santrinya dan berasal dari berbagai propinsi bahkan dari beberapa negara tetangga.

3. Sasaran yang diutamakan dan mendapat perhatian khusus dari beliau adalah:
  • Putra para kyai dan para habaib khususnya yang mempunyai pondok pesantren dan majelis ta’lim. Hal ini dilakukan karena mereka sudah jelas ditunggu oleh ummat dan sebagai proses pengkaderan agar mereka bisa menjadi penerus orang tua mereka memimpin pondok pesantren.
  • Putra-putra daerah yang disana jarang ada ulama/kyai/ustadz, sehingga diharapkan nanti bisa pulang kembali untuk berdakwah menyebarkan Islam dan merintis lembaga pendidikan/majelis ta’lim.
  • Putra aghniya, yang dengan masuknya putra mereka di pondok dengan beberapa pertimbangan diantaranya diharapkan perhatiannya  terhadap Islam/ pondok pesantren lebih besar dan sebagai wasilah masuknya dakwah kepada orang tua mereka, menyelamatkan harta mereka serta sebagai bentuk subsidi silang terhadap santri yang tidak mampu.
  • Putra-putri dari  orang-orang yang pernah berjasa dalam perintisan pondok .

Hubungan Habib Hasan Baharun dengan Ulama

Abuya Habib Hasan dikenal sangat supel dan luwes dalam menjalin hubungan dengan  semua kalangan. Beliau mampu menjalin hubungan dan memelihara hubungan tersebut dengan baik  hal ini terlihat bahwa beliau mampu melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam perjuangan dan dakwah Islam serta mengajak mereka berpartisipasi  dalam perintisan dan pembangunan pondok pesantren, baik itu tokoh masyarakat dari kalangan NU maupun tokoh-tokoh Muhammadiyah. Dan di Pasuruan beliau secara aklamasi di tunjuk sebagai ketua MUI walaupun beliau memberikan syarat kalau pertemuan MUI harus di Pondok Darullughah Wadda’wah, hal ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh beliau dikalangan para Ulama Pasuruan. Hal ini sangat wajar karena selain hubungan pribadi beliau juga meluangkan waktunya untuk membantu mengajar bahasa Arab di berbagai pondok besar mulai dari Banyuwangi sampai ke Jawa Tengah. Adapun hubungan beliau dengan ulama-ulama  luar negeri,  terutama dengan ulama besar Timur Tengah sekilas dapat kami unkapkan sebagai berikut:

Hubungan dengan Abuya Sayyid. Muhammad bin Alwi Al Maliki Al Hasani
Hubungan mereka bermula sejak beliau ditunjuk untuk menjadi penerjemah ceramah dalam kunjungan dan silaturrahmi Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki ke beberapa pondok pesantren di Jawa Timur. Abuya Sayyid Muhammad sangat tertarik dengan kemampuan Bahasa Arab dan Kepribadian Ust. Hasan Baharun sehingga setiap kunjungan ke Jawa Timur beliau menjadi langganan sebagai penerjemahnya. Bahkan Abuya Ust. Hasan dipercaya untuk mengajar Bahasa Arab istri Abuya Sayyid Muhammad sebelum diajak ke Makkah Al-Mukarromah. Dengan pandangan hati Abuya memerintah Ust. Hasan untuk membuka pondok pesantren serta setelah perkembangan pondok cukup pesat, beliau pula yang menyuruh agar pondok yang asalnya mengontrak rumah di Bangil agar pindah ke lokasi di Desa Raci Kecamatan Bangil (lokasi pondok sekarang) dan memberi dana pertama untuk membangun pondok Raci. Selanjutnya  Abuya Ust Hasan sering ke Mekkah berziarah ke kediaman beliau dan sekaligus untuk mencari dana. Sambutan yang luar biasa diberikan oleh Sayyid Muhammad dan beliau sendiri yang menulis surat kepada para  aghniya/ memberikan memo  agar membantu pembangunan pondok Dalwa.

Menurut penuturan Abuya Ust. Hasan Baharun bahwa apabila beliau ke Makkah beliau memperlakukan dirinya sebagai santri Abuya Sayyid Muhammad dan mengakui bahwa Sayyid Muhammad adalah guru beliau di samping Al-Habib Abdul Qodir Bin Ahmad Assegaf. Walaupun demikian Abuya Sayyid Muhammad memberikan penghormatan kepada Ust. Hasan sebagai ulama bahkan beliau diberi ruang khusus serta dilengkapi dengan telepon untuk memudahkan urusan.

Dan untuk mempererat hubungan yang telah terjalin Abuya Ust Hasan mengirim putranya Al-Habib Zain Bin Hasan Baharun dan beberapa santri Dalwa untuk belajar pada Abuya Sayyid Muhammad serta beberapa Alumni Sayyid Muhammad yang di Jawa Timur oleh Ust Hasan diminta untuk mengajar di Ma’had Dalwa seperti Ust. Ihya Ulumuddin, Ust Ahmad Bin Husin Assegaf, Ust. Abdul Hadi Surabaya, Ust. Sholeh Al-Idrus, Ust Muhammad Al-Haddad, Ust. Abdullah Mulahelah (Malang),  Ust. Hilmi, Ust. Amir Syarifudin, Ust. Abdullah Umar, dan lain sebagainya. Demikian pula Abuya Sayyid Muhammad mempunyai perhatian yang besar terhadap ma’had Dalwa. Selain para santrinya yang berasal dari kawasan Jawa Timur (Probolinggo, Pasuruan, Malang Sidoarjo, Surabaya dan Gresik) dianjurkan untuk mengajar di Ma’had Dalwa, beliau juga senantiasa memberikan bantuan dan mengawasi perkembangannya.

Hubungan dengan  Ulama Hadromaut
Hubungan Ustadz Hasan Baharun dengan ulama Hadromaut  bermula ketika beliau berziarah ke Hadromaut dan bertemu dengan para ulama disana. Melihat tradisi salaf dan keilmuan yang ada di Hadramaut maka beliau tertarik untuk mengirimkan santri-santrinya ke beberapa ribath (pondok) yang dipimpin para masyayikh di sana. Sehingga hubungan antara Ust. Hasan dengan para ulama Hadramaut Yaman semakin baik sampai kewafatan beliau bahkan diteruskan oleh penerusnya (Habib Zain Hasan Baharun) sampai sekarang.

Hubungan dengan Para Pejabat / Pemerintah

Hubungan Ust. Hasan dengan para pejabat dilatarbelakangi karena urusan lembaga pendidikan, sebab sebuah lembaga tidak akan bisa berdiri sendiri tanpa keterlibatan instansi dan pihak lain terutama dengan instansi pemerintah. Oleh karena itu beliau menjalin kerjasama dengan pemerintah dalam kerangka kepentingan pondok dan kepentingan dakwah serta perjuangan bukan termotivasi atas kepentingan pribadi.

Beliau mampu menempatkan diri sebagai ulama yang harus dalam posisi terhormat, berwibawa, perlu dimintai fatwa dan ditaati sarannya sehingga beliau tetap mulia walaupun ada tudingan miring yang diarahkan kepada beliau namun beliau dapat menunjukkan kedekatan dengan para pejabat semata-mata dalam rangka dakwah, hal ini terbukti bahwa posisinya sebagai ketua MUI sangat diperhitungkan. Setiap Acara di Kabupaten Pasuruan layaknya kegiatan di pesantren, dan ada pemisahan antara putra-dan putri, serta acara di pendopo tidak akan dimulai kecuali beliau sudah datang ketempat acara.

Sebuah contoh keberhasilan dakwah beliau di kalangan pejabat adalah mereka senantiasa berkonsultasi dan minta pendapat beliau apabila ada permasalahan di masyarakat. Dan juga beliau mampu menciptakan kegiatan-kegiatan keagamaan di beberapa instansi strategis misalnya dengan secara rutin mengadakan acara pengajian di Kantor Kodim, Sholat taubat/tasbih secara rutin dengan pihak Kapolres yang melibatkan seluruh anggota Kapolsek se-Kabupaten Pasuruan. Beliau dapat pula mengontrol setiap kebijakan publik yang ditetapkan pemerintah walaupun sulitnya bersikap, karena saat itu dominasi dan kuatnya pengaruh pemerintahan orde baru, namun Al-hamdulillah beliau mampu berkiprah semaksimal mungkin untuk kepentingan masyarakat dan kaum muslimin.

Hubungan dengan Masyarakat Umum

Disela-sela kesibukan yang sangat padat Ust.. Hasan Baharun sangat perhatian dengan masyarakat umum, terutama tokoh-tokoh masyarakat, apabila ada waktu beliau senantiasa menyempatkan diri bersilaturrahmi walaupun hanya sebentar  dan beliau siap menerima segala keluhan masyarakat selama dua puluh empat jam bahkan seluruh lapisan masyarakat sangat mudah menemui beliau di kantor pondok karena sepanjang hari mulai pukul 02.00 malam sampai pukul 10 malam berada dikantor untuk melayani kepentingan santri, wali murid dan masyarakat umum. Hal ini terbukti setiap hari dan setiap saat banyak masyarakat yang datang bersilaturrrahmi mulai yang datang untuk bertanya masalah hukum agama, minta barokah do’a, minta bantuan biaya sekolah, bantuan pembangunan masjid dan lembaga pendidikan dan sosial, minta biaya pengobatan bahkan ada beberapa yang secara rutin disuruh datang untuk mengambil jatah kebutuhan yang ditanggung oleh beliau.

Perhatiannya terhadap Pengembangan dan Penyebaran Bahasa Arab

Ust. Hasan Baharun mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap perkembangan dan pengembangan Bahasa Arab. Selain Beliau banyak mengarang kita-kitab yang berhubungan dengan Bahasa Arab seperti Kamus Bahasa Dunia Al ‘Ashriyyah, Muhawarah Jilid I dan II, Qawa’idul I’rab, Kalimatul Asma’ Al Yaumiyyah dan Kalimatul Af’al Al Yaumiyyah, 40 Kaidah-kaidah Nahwu (Pengantar  Ilmu Nahwu) serta beliau mewajibkan seluruh santri dan para guru untuk senantiasa menggunakan Bahasa Arab.

Disamping mengembangkan Bahasa Arab di pondok pesantren beliau sendiri, juga mengajar secara rutin di beberapa pondok pesantren, seperti di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Asembagus Sukorejo Situbondo, Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Pondok Pesantren Langitan Tuban, dan di beberapa  pondok pesantren lainnya mulai dari Banyuwangi sampai ke Jawa Tengah.

Adapun bentuk perhatian beliau terhadap Bahasa Arab antara Lain:
  • Beliau sering mengisi seminar-seminar di berbagai perguruan tinggi dan pondok pesantren serta berbagai lembaga pendidikan untuk menjelaskan pentingnya Bahasa Arab.
  • Mengirim beberapa guru dan santri untuk mengajar khusus Bahasa Arab di beberapa lembaga pendidikan Islam dan pondok pesantren.
  • Menerima  dan mengadakan kursus Bahasa Arab secara gratis di Pondok Pesantren Darullughah yang terbuka untuk umum serta beliau menangani sendiri setiap ada rombongan kursus dari pondok-pondok dan perguruan tinggi.
  • Senantiasa memberikan motivasi kepada para ulama/kyai untuk membiasakan berbahasa Arab. Dan menyarankan agar mewajibkan santrinya berbahasa Arab.
  • Senantiasa menyuruh guru-guru untuk mengarang hal-hal yang berhubungan dengan bahasa Arab.
  • Mengawasi guru-guru agar menerangkan pelajaran dengan bahasa Arab dan menegurnya apabila diketahui menjelaskan pelajaran di kelas dengan menggunakan bahasa selainnya.

Cita – Cita Besar Habib Hasan Baharun

Beberapa bulan sebelum beliau wafat sering mengungkapkan cita-cita besar beliau yaitu ingin membuat organisasi  yang dapat menyatukan Ummat Islam. Karena beliau berpendapat bahwa dengan persatuan Ummat Islam banyak hal yang bisa dilakukan. Bahkan ketika ada perrtemuan Ulama di Jakarta dan beliau berhalangan hadir beliau  menitip surat kepada Ust Qosim Baharun yang mewakilinya untuk membacakan surat tersebut sebagai usulan dari beliau yaitu agar para ulama menggagas Organisasi Persatuan Habaib, Ulama, Kiyai, Santri dan para simpatisan  dalam ikatan satu wadah non politik yang tujuannya murni untuk kepentingan umat Islam. Bahkan beliau berjanji sanggup meninggalkan pondok dan menyerahkan urusan pondok kepada putranya Al-Habib Zain Baharun sedangkan beliau sendiri ingin bersilaturrrahmi ke para Ulama di seluruh nusantara untuk mensosialisasikan ide besar dan mulia tersebut.

Sifat dan Kisah Keteladanan Abuya Habib Hasan Baharun

Sebagai seorang pewaris nabi, beliau mewarisi sifat, sikap dan perjuangan Datuknya Al-Musthofa Nabi Muhammad SAW. Beberapa sifat  menonjol yang  sudah sangat terkenal di kalangan santri, dan guru-guru, kalangan habaib dan masyarakat yang sering berkomunikasi dengan beliau adalah sebagai berikut :

• Sabar
Kesabaran beliau sangat dikenal semua kalangan baik santri, dewan guru, pejabat dan orang-orang yang mengenal beliau. Sebagaimana kesaksian dan cerita yang dilukiskan oleh Ayahandanya sendiri Al-Habib Ahmad bin Husein Baharun:  “Hasan itu sangat sabar, kalau  saya marahi walaupun dia tidak salah tidak pernah menjawab dan apabila difitnah dan diganggu  orang tidak pernah membalas dan hanya kepada saya dia menceritakan agar didoakan sehingga diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan dan fitnahan tersebut.“ Begitu menurut penuturan Habib Ahmad Baharun pada waktu Ust. Hasan wafat.

Kesabaran beliau sulit dilukiskan baik dalam membina dan membimbing santri serta menghadapi kenakalan santri dan orang-orang yang mengganggu pondok. Bahkan mereka diberi hadiah dan berulang kali bahkan membantu urusan mereka seakan-akan beliau tidak tahu bahwa orang tersebut mengganggunya. Suatu kisah pada waktu zaman reformasi ada orang datang memberi tahu kepada beliau bahwa dia akan membawa  orang sebanyak 2-3 truk  untuk menghancurkan dan membumi hanguskan rumah orang yang mengganggu pondok namun beliau malah mencegahnya karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Rosulullah SAW.

• Istiqomah
Sifat tersebut tercermin pada aktifitas beliau sehari-hari karena beliau bangun setiap pukul 02.00 malam kemudian Qiyamullail dan membangunkan santri dan Asatidzah (para guru) pada pukul tiga malam bahkan untuk menjaga keistiqomahan tersebut, beliau mewajibkan santri yang menjaga malam di pintu gerbang untuk membangunkan tepat pukul dua malam dan di pos jaga tesebut tertulis diantara tugas/kewajiban penjaga malam wajib membangunkan Ust. Hasan  tepat pada pukul  02. 00.

Suatu ketika beliau datang dari Makkah / Timur Tengah namun masih mampir di Jakarta karena masih ada urusan yang harus diselesaikan dan bermalam di salah satu rumah wali santri di Bekasi (di rumah Haji Yusuf) dan tampak tanda-tanda bahwa beliau dalam keadaan sangat lelah, maka untuk menjaga agar beliau tidak terlambat bangun beliau berpesan kepada H. Yusuf untuk membangunkannya pada pukul 02.00 dan juga menelpon ke santri yang menjaga maktab agar mengingatkan Haji Yusuf supaya membangunkan tepat pukul 02.00 malam dan tidak cukup itu saja beliau masih memberi tahu ke pos jaga agar juga mengingatkan H. Yusuf sebelum jam 02.00 untuk membangunkan Ust. Hasan. Begitulah salah satu contoh kesungguhan beliau dalam menjaga keistiqomahan tersebut.

• Tawakkal
Sebagai suatu gambaran dari sifat ketawakkalan beliau adalah bahwa ketika beliau mempunyai rencana untuk membangun gedung asrama santri berlantai tiga pada waktu awal-awal terjadinya krisis moneter dengan dana awal sekitar lima juta rupiah dan ketika sahabat beliau datang ke maktab mengungkapkan rencana tersebut barangkali bisa membantu, namun orang tersebut justru bertanya dengan nada terheran-heran: “Ya Ustadz, bagaimana dengan dana yang sedikit itu antum akan membangun bangunan sebesar itu? Apalagi sekarang  Indonesia dalam krisis moneter!” Kemudian apa kata beliau, “Ya Ustadz, yang krisis itu kan Indonesia, negara lain kan tidak! Apalagi Allah, apakah Allah kenal krisis moneter?” Sebuah umpan balik dan argumen yang luar biasa, kemudian beliau melanjutkan kata-katanya, “Kalau kita punya rencana maka kita jangan sekali-kali mengukur dengan kemampuan kita, apabila kita mengukur dengan kemampuan kita maka hasilnya pun Allah akan memberikan sesuai dengan kemampuan kita, tetapi apabila kita mengukur dengan kemampuan Allah maka kemampunnya tiada terbatas dan yakinlah bahwa selama kita berniat memperjuangkan Agama Allah bahwa Allah itu akan menolong kita,” Inilah  diplomasi yang menggambarkan betapa tingginya tingkat ketawakkalan beliau.

Bahkan apabila mau membangun, beliau justru menghabiskan segala uang yang tersisa dan membagikan kepada fakir miskin sebagi pancingan datangnya rahmat dan pemberian Allah dan beliau mengibaratkan orang mancing maka apabila pancing dan umpannya besar maka akan memperoleh ikan yang besar pula. Hal ini sering diungkapkan pula ketika ada panitia pembangunan masjid dan Lembaga Pendidikan Islam bahwa apabila berniat ingin membangun maka disarankan tidak perlu khawatir pembangunan tersebut tidak selesai dan menyuruhnya membongkar/ memulai pembangunan tersebut tanpa menunggu terkumpulnya dana untuk pembangunan karena menurut beliau bahwa pembangunan masjid dan LPI tersebut merupakan proyek Allah SWT dan Insya-Allah pasti selesai, tinggal menata niat panitia serta berusaha semaksimal mungkin sebagai sunnatullah dan harus disertai dengan banyak berdo’a.” Begitulah saran-saran beliau kepada para takmir dan panitia yang datang minta saran dan sumbangan kepada beliau.

Dermawan dan Sangat Perhatian terhadap Fakir Miskin dan Anak Yatim
Kedermawanan yang ada pada beliau tumbuh dan berkembang sejak beliau masih kecil, karena hal tersebut sudah ditanamkam oleh abah dan kakeknya sebagaimana kisah-kisah sebelumnya sehingga beliau tumbuh dan berkembang mempunyai jiwa sosial  terutama memiliki kepedulian kepada para fakir miskin dan anak yatim. Bentuk kepedulian terhadap mereka diantaranya adalah bahwa kebiasaan beliau membagikan hadiah  pakaian hari raya, beras dan kebutuhan sehari-hari, membagikan daging kurban kepada para tetangga pondok, famili beliau yang tidak mampu, serta kepada orang-orang yang datang minta bantuan, mulai pengobatan sampai pada biaya sekolah anak-anak mereka kepada orang yang tak mampu.

Ikhlas
Sebagaimana sering diungkapkan oleh beliau dalam menasehati para santri dan para guru agar senantiasa menata niat dalam setiap tindakan dan amal yang akan dilakukan. Hal ini merupakan cerminan dari kepribadian beliau yang senantiasa menjadikan keikhlasan sebagai pondasi dari setiap amaliah yang beliau laksanakan, termasuk pendirian pondok. Sebagai sebuah bukti dari keikhlasan beliau ketika ada guru-guru yang mengusulkan agar membuat papan nama pondok di tepi jalan, beliau tidak langsung mengabulkan permintaan tersebut. Namun karena beberapa kali guru-guru tetap mengusulkan dengan alasan banyak wali santri yang tidak tahu lokasi pondok dan sering kesasar dan bingung mencari alamat pondok, baru usulan tersebut dikabulkan tiga tahun sebelum beliau wafat.

Demikian pula beliau dalam rekrutmen/ seleksi guru-guru, maka yang pertama kali dilihat adalah keikhlasannya. Para guru baru yang mau mengajar di pondok, diuji tingkat keikhlasannya, bahkan beliau tidak memperhatikan selama satu tahun. Karena beliau berpendapat bahwa apabila gurunya tidak ikhlas akan menularkan ilmu yang tidak ikhlas pula.

• Tawadlu’ (Rendah Hati)
Beliau adalah ulama besar yang dihormati dan disegani, baik di dalam maupun di luar negeri, dan kebesaran beliau diakui oleh Sayyid Muhammad sehingga pada saat beliau datang ke Mekkah di majelis ta’lim Sayyid Muhammad diberikan kesempatan untuk memberikan sambutan / taujihat pada jamaah haji dan para ulama sedunia yang berkumpul di majlis tersebut, dan juga dalam acara haul Nabiyullah Nuh AS di Yaman beliau senantiasa mengelak ketika diminta untuk memberikan sambutan, tetapi pada kunjungan yang terakhir beliau mau memberikan sambutan namun tetap dengan sikap tawadlu’ beliau mengatakan bahwa tidak bermaksud memberikan nasehat kepada yang hadir yang kebanyakan terdiri dari para ulama, tetapi nasehat tersebut ditujukan untuk santri-santri beliau yang belajar di sana.

Beliau senantiasa menunjukkan sikap tawadlu’ dalam kehidupan sehari-hari dan sama sekali tidak menunjukkan bahwa beliau adalah orang besar. Siapapun tamu yang datang dilayani dengan ramah bahkan apabila menyajikan makanan, beliau sering mengangkat sendiri sajian makanan dari dapur dan menyuguhkannya kepada para tamu.

Diantara doa yang menunjukkan sikap dan sifat tawadlu’nya tersebut dengan senantiasa memanjatkan do’a agar beliau dan putra-putra serta murid-muridnya dijadikan orang-orang yang memiliki kebesaran tetapi tersembunyi (minal masturiin).

• Kesederhanaan  Pribadi  Habib Hasan
Apabila orang bertemu dengan Ust. Hasan  Baharun dan orang tersebut sebelumnya belum mengenal beliau maka orang tersebut tidak akan menyangka bahwa ust Hasan adalah Ulama besar yang sangat dihormati dan disegani, karena beliau memang mempunyai penampilan yang sangat sederhana, pakaian yang dipakai sehari-hari di dalam pondok dan ketika keluar pondok biasa-bisa saja yaitu memakai gamis dan kopyah putih tanpa imamah dan rihda kecuali apabila beliau akan menyampaikan ceramah atau menghadiri majelis pertemuan yang harus menampilkan sebagai sosok untuk menjaga kehormatan dan kebesaran serta kewibawaan Ulama. Maka beliau akan berpakain lengkap dengan jubah kebesarannnya.

Selain kesederhanaan dalam berpakaian  beliau juga memiliki kesederhanaan dalam pola  kehidupan sehari-hari. Banyak orang yang tertarik dan menaruh simpati kepada beliau ketika membandingkan fasilitas pondok yang serba lengkap dan baik dengan rumah beliau yang atapnya rusak dan sering bocor karena tidak sempat untuk diperbaiki serta perabot rumah tangga yang semuanya serba biasa-biasa saja, hal ini sudah menjadi pilihan  beliau yang lebih terkonsentrasi memikirkan bagaimana memenuhi fasilitas  santri.

Sumber: pp-dalwa
0

Posting Komentar

close